Theory of Everything: Satu Teori untuk Menjelaskan Segalanya – Bagian 1

Apakah kamu pernah menonton film “The Theory of Everything”? Film tersebut menceritakan kisah hidup Stephen Hawking yang berhasil menjadi ilmuwan terkenal meskipun dia memiliki penyakit degeneratif yang hampir melumpuhkan seluruh tubuhnya. Penyakit tersebut tidak membuat Hawking kehilangan ambisinya. Hawking menjadi salah satu dari banyak ilmuwan yang berusaha untuk menemukan “theory of everything”, yaitu satu teori yang mampu menjelaskan segalanya yang ada di alam semesta kita. Jika teori tersebut ditemukan maka kita akan dapat memahami semua hal yang aneh sekaligus mengagumkan di alam semesta. Namun, menemukan teori tersebut bukanlah hal yang mudah.

Penemuan Gravitasi

Sudah sejak lama para ilmuwan menganggap bahwa alam semesta yang rumit ini sebenarnya diatur oleh sesuatu yang sederhana. Pemikiran inilah yang mengantarkan Isaac Newton untuk memublikasikan buku yang berjudul Philosophiae Naturalis Principia Mathematica. Buku tersebut berisi teori yang menjelaskan bagaimana benda-benda bergerak dan gravitasi bekerja. Dalam buku tersebut, Newton juga menyampaikan bahwa dunia ini merupakan tempat yang indah dan teratur.

Mungkin kamu sudah tahu cerita bagaimana Newton menemukan gravitasi. Ya, itu terjadi pada saat Newton yang berumur 23 tahun berada di kebun dan melihat sebuah apel jatuh dari pohon. Pada saat itu, para ilmuwan sudah tahu bahwa Bumi bisa menarik benda-benda di sekitarnya melalui gaya gravitasi. Namun, Newton meneliti ide ini lebih jauh. Newton pernah bertanya, “Kalau apel saja bisa ditarik oleh Bumi, apakah Bumi juga bisa menarik Bulan?” Newton yakin bahwa gaya gravitasi Bumi tidak terbatas hingga jarak tertentu saja dari permukaan Bumi. Gaya ini pasti merentang lebih jauh lagi. Inspirasi tersebut mengantarkan Newton untuk mengembangkan teori gravitasi yang bekerja sangat baik dalam menjelaskan apel yang jatuh di Bumi dan planet-planet yang mengorbit Matahari. Apel, Bumi, dan Matahari memang objek yang berbeda. Namun, ketiganya ternyata mematuhi satu hukum gravitasi yang sama.

Orang-orang pada masa itu (sekitar tahun 1687) seakan-akan menganggap bahwa Newton telah menemukan theory of everything yang mampu menjelaskan segalanya. Akan tetapi, Newton tahu bahwa teori gravitasinya memiliki kelemahan. Sebagai contoh, teori gravitasi Newton tidak mampu menjelaskan beberapa kasus ekstrem seperti benda yang gravitasinya sangat besar. Misalnya, pergerakan planet Merkurius mengelilingi Matahari yang diprediksi oleh Newton jauh berbeda dengan hasil pengamatan para astronom. Ini menunjukkan bahwa teori gravitasi Newton bukanlah hukum yang universal.

1 Beautiful-Minds.jpg
Newton dan Einstein.
Sumber: Image

Teori Relativitas Umum

Dua abad kemudian, Albert Einstein datang membawa pencerahan dengan teori relativitas umumnya. Einstein menawarkan sebuah teori yang mampu menjelaskan gravitasi secara lebih mendalam dengan cara pandang yang berbeda. Ruang yang kita kenal memiliki tiga dimensi: panjang, lebar, dan tinggi. Kemudian, terdapat dimensi keempat, yaitu waktu. Einstein menganggap bahwa ruang-waktu merupakan satu kesatuan (space-time continuum). Benda-benda bermassa pada dasarnya dapat melengkungkan ruang-waktu. Semakin besar massa benda tersebut, lengkungan yang dibuat semakin dalam. Benda bermassa kecil akan bergerak ke dalam lengkungan ruang-waktu menuju benda yang massanya lebih besar. Inilah mengapa gravitasi membuat benda-benda saling tarik menarik.

Teori relativitas umum Einstein mampu menjelaskan keanehan orbit Merkurius yang tidak mampu diprediksi oleh Newton. Einstein mengetahui bahwa massa Matahari yang besar melengkungkan ruang-waktu di sekitarnya. Karena jaraknya yang sangat dekat dengan Matahari, Merkurius mengalami distorsi yang lebih besar dibandingkan planet-planet lainnya. Akibatnya, orbit Merkurius mengalami pergeseran dari waktu ke waktu (presesi). Namun, teori relativitas umum Einstein pun bukan merupakan hukum yang berlaku secara umum. Teori ini tidak bekerja untuk benda-benda yang sangat kecil seperti atom.

2 space-time.JPG
Bulan yang mengorbit Bumi.
Sumber: Photobucket

Kelahiran Fisika Kuantum

Hingga akhir abad ke-19, atom dianggap sebagai unit terkecil dari materi. Atom berasal dari bahasa Yunani yaitu atomos yang berarti tidak dapat terbagi. Namun, pada tahun 1870 para ilmuwan menemukan partikel yang hampir dua ribu kali lebih kecil dari atom. Partikel subatomik ini adalah elektron yang memiliki muatan negatif. Setengah abad kemudian ditemukan bahwa atom memiliki inti yang terdiri dari dua tipe partikel subatomik: neutron yang bermuatan netral dan proton yang bermuatan positif. Tidak hanya berhenti sampai di situ, para ilmuwan terus menemukan cara untuk membelah materi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. Pada tahun 1960, para ilmuwan telah menemukan lusinan partikel fundamental/elementer.

Saat ini kita tahu bahwa dari tiga komponen penyusun atom, hanya elektron yang merupakan partikel elementer. Neutron dan proton tersusun dari partikel-partikel yang lebih kecil yang disebut dengan quark. Partikel-partikel subatomik ini diatur oleh hukum yang berbeda dengan hukum yang mengatur benda-benda besar seperti planet atau bintang. Hukum tersebut diberi nama fisika kuantum. Dalam fisika kuantum, partikel-partikel tidak memiliki lokasi yang pasti: keberadaan mereka agak kabur. Kita hanya mengetahui probabilitas keberadaan partikel-partikel tersebut. Ini berarti bahwa dunia merupakan tempat yang tidak pasti secara fundamental.

Fisika kuantum mampu menjelaskan dengan baik tentang struktur dan perilaku atom, termasuk mengapa beberapa atom bersifat radioaktif. Fisika kuantum juga menjadi dasar pengembangan elektronika modern. Di sisi lain, teori relativitas umum digunakan untuk memprediksi eksistensi lubang hitam. Lubang hitam merupakan bintang masif yang runtuh karena gravitasinya sendiri. Gravitasi tersebut sangat kuat, bahkan cahaya pun tidak dapat lolos darinya.

Sayangnya, fisika kuantum dan teori relativitas umum tidak saling cocok. Teori relativitas umum menyatakan bahwa perilaku objek dapat diprediksi secara pasti sedangkan fisika kuantum menyatakan bahwa yang kita tahu hanyalah probabilitas dari perilaku benda tersebut. Ini artinya ada beberapa hal yang masih belum dipahami oleh para ilmuwan. Contoh masalah ketidakcocokan ini terjadi pada lubang hitam. Lubang hitam merupakan benda yang sangat masif sehingga teori relativitas umum berlaku. Di sisi lain, lubang hitam bisa juga merupakan benda yang sangat kecil sehingga fisika kuantum pun berlaku. Ketidakcocokan inilah yang memicu para ilmuwan untuk menemukan theory of everything.

3 BlackHole.jpg
Ketidakcocokan antara fisika kuantum dan teori relativitas umum terjadi di lubang hitam.
Kredit: NASA/D. Berry

Einstein menghabiskan sebagian besar hidupnya untuk mencari teori tersebut. Einstein bukanlah orang yang menyukai fisika kuantum. Dia ingin menciptakan teori baru yang dapat menyatukan gravitasi dengan hukum-hukum fisika lainnya dengan caranya sendiri. Tantangan terbesar yang dihadapinya adalah bagaimana cara menyatukan gravitasi dan elektromagnet. Pada tahun 1800-an, para ilmuwan telah mengetahui bahwa partikel yang bermuatan listrik dapat saling mendekat (tarik-menarik) atau saling menjauh (tolak-menolak) dengan partikel bermuatan lainnya, yang menjadi alasan mengapa beberapa logam dapat ditarik oleh magnet. Ini berarti terdapat tiga jenis interaksi antarbenda yang dihasilkan oleh kedua gaya tersebut: tarik-menarik akibat gravitasi, tarik-menarik akibat elektromagnet, serta tolak-menolak akibat elektromagnet.

Einstein ingin menyatukan gaya gravitasi dan elektromagnet ke dalam satu teori yang bernama “unified field theory” (teori medan terpadu). Untuk melakukan hal tersebut, dia berpendapat bahwa sebenarnya ruang-waktu terdiri atas 5 dimensi. Kita tahu bahwa terdapat 3 dimensi ruang dan 1 dimensi waktu. Einstein menambahkan dimensi kelima yang ukurannya sangat kecil dan tidak dapat kita lihat. Sayangnya teori tersebut tidak bekerja dan Einstein menghabiskan 30 tahun hidupnya dalam pencarian sia-sia. Einstein akhirnya meninggal pada tahun 1955 dan teori yang sedang dibangunnya masih belum sempurna.

Bersambung ke Theory of Everything: Satu Teori untuk Menjelaskan Segalanya – Bagian 2

Referensi:

  1. http://www.bbc.com/earth/story/20150409-can-science-ever-explain-everything
  2. Green, Brian. 1999. The Elegant Universe: Superstrings, Hidden Dimensions, and the Quest for the Ultimate Theory. New York: W. W. Norton & Company

Penulis: Irham Taufik Andika
Editor: Fathin Qurratu Ainy

2 Comments Add yours

Leave a comment